Radigfamedia.com, Jakarta – Terdakwa Harvey Moeis, perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), mempertanyakan perhitungan kerugian lingkungan sebesar Rp271 triliun dalam kasus timah.
Harvey mengkritisi metode penghitungan yang dilakukan ahli lingkungan, yang hanya mengunjungi lapangan dua kali dan mengambil 40 sampel dari area seluas 400.000 hektare. Selain itu, perangkat lunak yang digunakan disebut-sebut gratis dan tidak akurat.
“Angka kerugian ini menjadi yang terbesar di Indonesia, tetapi dihasilkan dengan metode yang diragukan,” ujar Harvey dalam pleidoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta sebagaimana dilansir dari Antara.
Harvey membandingkan dengan eksplorasi tambang batu bara, yang biasanya melibatkan lebih dari 1.000 titik pengeboran dalam area yang lebih kecil.
Ia juga menjelaskan bahwa nilai Rp271 triliun berasal dari perhitungan ahli lingkungan IPB, Bambang Hero Saharjo, yang dihitung sebagai kerusakan alam, bukan kerugian finansial negara.
Selain itu, Harvey menyoroti audit BPKP yang hanya menggunakan data terbatas, seperti tabel Microsoft Excel yang dibuat oleh staf PT Timah Tbk. pada Mei 2024. Data ini dijadikan dasar untuk menetapkan 24 orang sebagai tersangka.
Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan timah PT Timah Tbk. pada 2015–2022, Harvey dituntut penjara 12 tahun, denda Rp1 miliar, dan pembayaran uang pengganti Rp210 miliar subsider penjara 6 tahun.
Adapun Harvey sendiri didakwa melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.