Radigfamedia.com, Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengadakan pertemuan penting dengan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, serta para Bupati dan Wali Kota se-NTT di Kementerian ATR/BPN, Jakarta. Pertemuan ini membahas kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam kebijakan pertanahan, reforma agraria, pengadaan tanah, dan tata ruang untuk mendukung pembangunan wilayah NTT.
Dalam sambutannya, Menteri Nusron menegaskan pentingnya kolaborasi yang erat antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan pertanahan.
“Ada empat tugas utama Kementerian ATR/BPN: kebijakan dan layanan pertanahan, reforma agraria, pengadaan tanah, serta kebijakan dan layanan tata ruang. Meskipun tidak semua daerah memiliki semua aspek ini, kebijakan dan layanan tata ruang ada di setiap wilayah,” ujar Nusron Wahid.
Menteri Nusron menyoroti peran strategis kepala daerah dalam pelaksanaan Reforma Agraria dan Pengadaan Tanah untuk proyek strategis nasional. Menurutnya, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota memiliki peran vital sebagai Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di daerah masing-masing.
“Reforma Agraria harus berjalan dengan baik, termasuk pendistribusian tanah kepada masyarakat yang berhak,” ujarnya.
Menteri Nusron juga mengingatkan bahwa pemerintah daerah memiliki tanggung jawab dalam menentukan objek Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Bupati diminta untuk menetapkan objek TORA, seperti Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), atau Hak Pakai yang sudah habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang dalam dua tahun.
“Tanah yang sudah tidak terpakai bisa didistribusikan kepada masyarakat agar tidak terjadi penjarahan,” tegasnya. Selain itu, ada kewajiban 20% dari HGU yang dapat dibagikan kepada masyarakat setelah perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Menteri Nusron juga mengungkapkan pentingnya optimalisasi data pertanahan melalui integrasi antara Nomor Identifikasi Bidang (NIB) Tanah dan Nomor Objek Pajak (NOP). Integrasi ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah melalui pajak yang lebih akurat dan efisien.
“Kedua hal ini perlu segera disinkronkan agar dapat memberikan manfaat bagi pendapatan daerah,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Nusron juga meminta kepala daerah untuk membantu pemutakhiran sertifikat tanah yang terbit pada masa lalu, seperti yang terdaftar dalam kategori KW 456, yaitu sertifikat yang terbit antara tahun 1960 hingga 1971, namun belum memiliki peta kadastral. Hal ini bertujuan untuk memperbarui data pertanahan agar lebih teratur dan sesuai dengan perkembangan saat ini.
Secara khusus, ia juga meminta agar kepala daerah di NTT memberikan perhatian pada pendaftaran tanah adat yang masih perlu diselesaikan.
“Pendaftaran tanah adat penting untuk melindungi hak-hak masyarakat adat, terutama di NTT,” tambah Nusron.
Menteri Nusron menjelaskan peran penting pemerintah daerah dalam mendukung paradigma administrasi pertanahan modern, yang mencakup aspek land tenure (status tanah), land value (nilai tanah), land use (penggunaan tanah), land development (pengembangan tanah), dan cadastre (catatan pertanahan). Dengan kolaborasi yang terjalin antara pemerintah pusat dan daerah, diharapkan administrasi pertanahan di NTT dapat dimodernisasi untuk mendukung pengelolaan tata ruang yang lebih baik.
Pertemuan ini juga dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi dari Kementerian ATR/BPN, termasuk pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama, serta Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi NTT beserta jajaran. Diskusi yang produktif ini menjadi langkah penting untuk mewujudkan kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkan pembangunan pertanahan yang lebih baik di NTT.